- Agustus 19, 2020
- Posted by: intacadm
- Category: Content Pajak
Sistem pajak di Indonesia menganut prinsip self assessment system. Pada sistem ini wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, mengisi serta melaporkan sendiri jumlah pajak yang sesungguhnya terhutang.
Setiap perusahaan mengharuskan punya akuntan atau orang ahli pajak yang bertugas menghitung dan melaporkan dengan detail dan benar tanpa ada kesalahan. Jika tidak dilakukan oleh ahli biasanya terkenal rumit dalam pengurusan laporan perhitungannya sering terjadi kendala.
Petugas pajak bersifat pasif, hanya memberikan penjelasan, pengawasan serta koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh wajib pajak. Apabila terjadi kesalahan maka petugas pajak dapat mengenakan sanksi pajak, berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Padahal kesadaran masyarakat menjadi penentu keberhasilan bagi sistem pajak Indonesia. Fungsi pembinaan seharusnya diperkuat, agar masyarakat tumbuh kesadarannya untuk mau dan mampu memenuhi kewajiban perpajakannya, sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan.
Inilah salah satu karakteristik prinsip self assessment system, keberhasilan pajak merupakan dampak dari terbangunnya kesadaran pajak masyarakat. Dengan tumbuhnya kesadaran pajak, akan memudahkan Pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan, menyelenggarakan sekaligus mengawasi masyarakat dan wajib pajak.
Target Penerimaan Menjadi Beban yang Menakutkan
Namun sayangnya pembinaan belum dilakukan secara optimal. Petugas pajak khususnya Account Representative (AR), yang ada di kantor-kantor pajak, yang awalnya diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada para wajib pajak, namun seringkali berbenturan kepentingan dengan target penerimaan yang dibebankan kantor pajak (conflict interest).
Sering terjadi penyalahan peran AR yang justru mencari kelemahan wajib pajak demi pencapaian target penerimaan. Akhirnya masyarakat tidak nyaman karena merasa kewajiban pajak menjadi tidak wajar.
Terlebih minimnya pengetahuan pajak masyarakat serta rumitnya aturan pajak, menjadikan biaya pengurusan pajak menjadi mahal (Highly Cost Compliance).
Padahal pajak itu sendiri, merupakan pengorbanan karena sebagian penghasilannya harus diberikan ke negara. Kepatuhan menjadi sulit dijalankan, saat masyarakat harus menanggung beban dan tidak ada kemudahan. Pada akhirnya kondisi ini membuat ada beberapa masyarakat yang takut setiap kali berhadapan dan mendengar istilah pajak (taxphobia).
Hasil survey yang dilakukan UKM Center FE Universitas Indonesia menyatakan para pengusaha UMKM tidak pernah berkeinginan usahanya menjadi besar. Mereka menginginkan usahanya tetap kecil. Alasan mereka tidak mau berurusan atau merasa takut dengan pajak.
Bila usaha mereka menjadi besar, maka akan menjadi sasaran target pajak. Tapi bila tetap kecil, petugas pajak menganggap tidak potensial, sehingga enggan mengejar.
Pada akhirnya masalah pajak membuat masyarakat bingung, saat harus menjalankan kewajiban pajaknya. Masyarakat menjadi pihak yang menanggung beban atas rumitnya sistem pajak yang terbangun. Tentu saja ini menjadi kendala bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan.
Membangun Kesadaran Pajak yang Aman
Intac hadir sebagai lembaga yang ingin membantu masyarakat individu dan perusahaan yang ingin menjalankan pajak dengan tertib dan aman tanpa khawatir dengan yang namanya denda dan sistem pengurusan yang rumit.
Kita sebagai warga nagara pasti banyak yang sadar dan ingin tertib pajak namun mengharapkan cara-cara pengurusannya mudah dan terjamin keamanannya dari resiko kesalahn dan denda.
Baca Juga:
Intac Membantu Wajib Pajak Menjadi Lebih Aman dan Adil